Jumat, 23 Januari 2015

Fasilitas Pajak Pertambahan Nilai

Fasilitas Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

1.   Pengenalan
Pengertian fasilitas dalam PPN adalah PPN yang tidak dikenakan terhadap sektor-sektor usaha tertentu, yang dimaksudkan untuk tercapainya tujuan-tujuan yang ingin dicapai oleh pemerintah.
Terkadang bisa diartikan pula sebagai Insentif atau keringanan pajak. Hal ini menjadikan adanya pihak yang mendapat perlakuan khusus dan keistimewaan oleh pemerintah yang dijadikan sebagai modal pembangunan negara. Kemudahan itu bersifat terbatas/selektif sesuai yang dijelaskan oleh Pasal 16B UU No 42 tahun 2009 sebagai berikut :



Ayat 1 :

Pajak terutang tidak dipungut sebagian atau seluruhnya atau dibebaskan dari pengenaan pajak, baik untuk sementara waktu maupun selamanya, untuk:
a)  kegiatan di kawasan tertentu atau tempat tertentu di dalam Daerah Pabean;
b)  penyerahan Barang Kena Pajak tertentu atau penyerahan Jasa Kena Pajak tertentu;
c)  impor Barang Kena Pajak tertentu;
d)  pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud tertentu dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean; dan
e)  pemanfaatan Jasa Kena Pajak tertentu dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean, diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Penjelasan : Salah satu prinsip yang harus dipegang teguh di dalam Undang-Undang Perpajakan adalah diberlakukan dan diterapkannya perlakuan yang sama terhadap semua Wajib Pajak atau terhadap kasus-kasus dalam bidang perpajakan yang pada hakikatnya sama dengan berpegang teguh pada ketentuan peraturan perundang-undangan.
Oleh karena itu, setiap kemudahan dalam bidang perpajakan, jika benar-benar diperlukan, harus mengacu pada kaidah di atas dan perlu dijaga agar di dalam penerapannya tidak menyimpang dari maksud dan tujuan diberikannya kemudahan tersebut.
Tujuan dan maksud diberikannya kemudahan pada hakikatnya untuk memberikan fasilitas perpajakan yang benar-benar diperlukan terutama untuk berhasilnya sektor kegiatan ekonomi yang berprioritas tinggi dalam skala nasional, mendorong perkembangan dunia usaha dan meningkatkan daya saing, mendukung pertahanan nasional, serta memperlancar pembangunan nasional.

Kemudahan perpajakan yang diatur dalam Pasal ini diberikan terbatas untuk:

a)    Mendorong ekspor yang merupakan prioritas nasional di Tempat Penimbunan Berikat atau untuk mengembangkan wilayah dalam Daerah Pabean yang dibentuk khusus untuk maksud tersebut;

b)    Menampung kemungkinan perjanjian dengan negara lain dalam bidang perdagangan dan investasi, konvensi internasional yang telah diratifikasi, serta kelaziman internasional lainnya;

c)    Mendorong peningkatan kesehatan masyarakat melalui pengadaan vaksin yang diperlukan dalam rangka program imunisasi nasional;

d)    Menjamin tersedianya peralatan Tentara Nasional Indonesia/Kepolisian Republik Indonesia (TNI/POLRI) yang memadai untuk melindungi wilayah Republik Indonesia dari ancaman eksternal maupun internal;

e)    Menjamin tersedianya data batas dan foto udara wilayah Republik Indonesia yang dilakukan oleh Tentara Nasional Indonesia (TNI) untuk mendukung pertahanan nasional;
f)     Meningkatkan pendidikan dan kecerdasan bangsa dengan membantu tersedianya buku pelajaran umum, kitab suci, dan buku pelajaran agama dengan harga yang relatif terjangkau masyarakat;

g)    Mendorong pembangunan tempat ibadah;

h)    Menjamin tersedianya perumahan yang harganya terjangkau oleh masyarakat lapisan bawah, yaitu rumah sederhana, rumah sangat sederhana, dan rumah susun sederhana;

i)      Mendorong pengembangan armada nasional di bidang angkutan darat, air, dan udara;

j)      Mendorong pembangunan nasional dengan membantu tersedianya barang yang bersifat strategis, seperti bahan baku kerajinan perak;

k)    Menjamin terlaksananya proyek pemerintah yang dibiayai dengan hibah dan/atau dana pinjaman luar negeri;

l)      Mengakomodasi kelaziman internasional dalam importasi Barang Kena Pajak tertentu yang dibebaskan dari pungutan Bea Masuk;

m)   Membantu tersedianya Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang diperlukan dalam rangka penanganan bencana alam yang ditetapkan sebagai bencana alam nasional;

n)    Menjamin tersedianya air bersih dan listrik yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat; dan/atau

o)    Menjamin tersedianya angkutan umum di udara untuk mendorong kelancaran perpindahan arus barang dan orang di daerah tertentu yang tidak tersedia sarana transportasi lainnya yang memadai, yang perbandingan antara volume barang dan orang yang harus dipindahkan dengan sarana transportasi yang tersedia sangat tinggi.


2.   Jenis-Jenis Fasilitas PPN

Ada dua jenis fasilitas PPN diantaranya :

1.    PPN Tidak Dipungut

    Berdasarkan Pasal 16B UU No 42 2009

Ayat 2 :
Pajak Masukan yang dibayar untuk perolehan Barang Kena Pajak dan/atau perolehan Jasa Kena Pajak yang atas penyerahannya  tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai dapat dikreditkan.

Penjelasan : Adanya perlakuan khusus berupa Pajak Pertambahan Nilai yang terutang, tetapi  tidak dipungut, diartikan bahwa Pajak Masukan yang berkaitan dengan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang mendapat perlakuan khusus dimaksud tetap dapat dikreditkan. Dengan demikian, Pajak Pertambahan Nilai tetap terutang, tetapi  tidak dipungut.
Contoh:
Pengusaha Kena Pajak A memproduksi Barang Kena Pajak yang mendapat fasilitas dari negara, yaitu Pajak Pertambahan Nilai yang terutang atas penyerahan Barang Kena Pajak tersebut  tidak dipungut selamanya ( tidak sekadar ditunda)
.
Untuk memproduksi Barang Kena Pajak tersebut, Pengusaha Kena Pajak A menggunakan Barang Kena Pajak lain dan/atau Jasa Kena Pajak sebagai bahan baku, bahan pembantu, barang modal, ataupun sebagai komponen biaya lain.

Pada waktu membeli Barang Kena Pajak lain dan/atau Jasa Kena Pajak tersebut, Pengusaha Kena Pajak A membayar Pajak Pertambahan Nilai kepada Pengusaha Kena Pajak yang menjual atau menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak tersebut.

Jika Pajak Pertambahan Nilai yang dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak A kepada Pengusaha Kena Pajak pemasok tersebut merupakan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan dengan Pajak Keluaran, Pajak Masukan tetap dapat dikreditkan dengan Pajak Keluaran walaupun Pajak Keluaran tersebut nihil karena menikmati fasilitas Pajak Pertambahan Nilai  tidak dipungut dari negara berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).


Contoh PPN yang tidak dipungut :

Kawasan Berikat Pulau Batam

a.    Penyerahan Barang Kena Pajak kepada Pengusaha sepanjang Barang Kena Pajak tersebut digunakan untuk menghasilkan Barang Kena Pajak yang diekspor; dan

b.    Impor Barang Kena Pajak yang dilakukan oleh Pengusaha sepanjang Barang Kena Pajak tersebut digunakan untuk menghasilkan Barang Kena Pajak yang diekspor.
Penyerahan Avtur untuk Penerbangan Internasional

Penyerahan avtur kepada maskapai penerbangan untuk keperluan penerbangan internasional diberikan fasilitas tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai sepanjang perjanjian pelayanan transportasi udara mencantumkan asas timbal balik.

PPN di Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET)

Kepada Pengusaha di Kawasan Berikat, untuk selanjutnya disebut PDKB, di dalam wilayah KAPET dapat diberikan fasilitas perpajakan berupa Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa, dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah tidak dipungut atas :

a.    impor barang modal atau peralatan lain oleh PDKB yang berhubungan langsung dengan kegiatan produksi;

b.    impor barang dan/atau bahan untuk diolah di PDKB;

c.    pemasukan Barang Kena Pajak dari Daerah Pabean Indonesia Lainnya, untuk selanjutnya disebut DPIL, ke PDKB untuk diolah lebih lanjut;

d.    pengiriman barang hasil produksi PDKB ke PDKB lainnya untuk diolah lebih lanjut;

e.    pengeluaran barang dan atau bahan dari PDKB ke perusahaan industri di DPIL atau PDKB lainnya dalam rangka subkontrak;

f.      penyerahan kembali Barang Kena Pajak hasill pekerjaan subkontrak oleh Pengusaha Kena Pajak di DPIL atau PDKB lainnya kepada Pengusaha Kena Pajak PDKB asal;

g.    peminjaman mesin dan atau peralatan pabrik dalam rangka subkontrak dari PDKB kepada perusahaan industri di DPIL atau PDKB lainnya dan pengembaliannya ke PDKB asal.

2.    PPN Dibebaskan

Berdasarkan Pasal 16B UU No 42 2009
Ayat 3 :
Pajak Masukan yang dibayar untuk perolehan Barang Kena Pajak dan atau perolehan Jasa Kena Pajak yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai  tidak dapat dikreditkan.

Penjelasan : Berbeda dengan ketentuan pada ayat (2), adanya perlakuan khusus berupa pembebasan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai mengakibatkan tidak adanya Pajak Keluaran sehingga Pajak Masukan yang berkaitan dengan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang memperoleh pembebasan tersebut tidak dapat dikreditkan.

Contoh:
Pengusaha Kena Pajak B memproduksi Barang Kena Pajak yang mendapat fasilitas dari negara, yaitu atas penyerahan Barang Kena Pajak tersebut dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai.

Untuk memproduksi Barang Kena Pajak tersebut, Pengusaha Kena Pajak B menggunakan Barang Kena Pajak lain dan/atau Jasa Kena Pajak sebagai bahan baku, bahan pembantu, barang modal, ataupun sebagai komponen biaya lain.

Pada waktu membeli Barang Kena Pajak lain dan/atau Jasa Kena Pajak tersebut, Pengusaha Kena Pajak B membayar Pajak Pertambahan Nilai kepada Pengusaha Kena Pajak yang menjual atau menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak tersebut.

Meskipun Pajak Pertambahan Nilai yang dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak B kepada Pengusaha Kena Pajak pemasok tersebut merupakan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan, karena tidak ada Pajak Keluaran berhubung diberikannya fasilitas dibebaskan dari pengenaan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pajak Masukan tersebut menjadi tidak dapat dikreditkan.

Dengan kata lain karena PPN yang dibebaskan tidak dapat dikreditkan pajak masukannya maka Pajak keluarannya dianggap beban (cost).

Jenis jenis PPN yang dibebaskan :

1.    Barang modal berupa mesin dan peralatan pabrik, baik dalam keadaan terpasang maupun terlepas, tidak termasuk suku cadang, dimana penyerahan tersebut:
a.    diperlukan secara langsung dalam proses menghasilkan Barang Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak yang menghasilkan Barang Kena Pajak tersebut.
b.    tidak dipindahtangankan atau digunakan tidak sesuai dengan tujuan semula, baik sebagian atau seluruhnya dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sejak impor dan atau perolehan;
2.    Makanan ternak, unggas, dan ikan dan atau bahan baku untuk pembuatan makanan ternak, unggas, dan ikan;
3.    Barang hasil pertanian yaitu barang hasil pertanian yang dipetik langsung, diambil langsung atau disadap lansung dari sumbernya termasuk hasil pemrosesannya yang dilakukan dengan cara:
a.    dikeringkan dengan cara dijemur atau dengan cara lain;
b.    dirajang;
c.    diasinkan atau digarami;
d.    dibekukan atau didinginkan;
e.    dipecah;
f.     dicuci atau disucihamakan;
g.    direndam, direbus;
h.    disayat, dikupas, dibelah;
i.      diperam;
j.      digaruk;
k.    pemisahan dari kulit atau biji atau pelepah; atau
l.      dikemas dengan cara sangat sederhana untuk tujuan melindungi barang yang bersangkutan,
4.    Bibit dan atau benih dari barang pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan, penangkaran, atau perikanan;
5.    Unit Hunian Rusunami dengan ketentuan:
a.    Perolehannya dibiayai melalui kredit kepemilikan rumah, baik bersubsidi maupun tidak bersubsidi;
b.    Luas untuk setiap hunian lebih dari 21 m2 dan tidak melebihi 36 m2;
c.    Harga jual untuk setiap hunian tidak melebihi Rp 144.000.000;
d.    Diperuntukkan bagi orang pribadi yang mempunyai penghasilan tidak melebihi Rp 4.500.000,00 per bulan dan telah memiliki NPWP;
e.    Pembangunannya mengacu kepada Peraturan Menteri Pekerjaan Umum; dan
f.     Merupakan unit hunian pertama yang dimiliki, digunakan sendiri sebagai tempat tinggal dan tidak dipindahtangankan dalam jangka waktu 5 tahun sejak dimiliki.
6.    Air bersih yang dialirkan melalui pipa termasuk air bersih yang diserahkan dengan cara lain seperti penyerahan melalui mobil tangki air, oleh Perusahaan Air Minum milik Pemerintah dan atau Swasta; dan
7.    Listrik, kecuali untuk perumahan dengan daya diatas 6600 watt.

Serta Impor yang dibebaskan atas :

1.    Barang modal berupa mesin dan peralatan pabrik, baik dalam keadaan terpasang maupun terlepas, tidak termasuk suku cadang, dimana impor tersebut:

a.    diperlukan secara langsung dalam proses menghasilkan Barang Kena Pajak;
b.    di impor oleh Pengusaha Kena Pajak yang menghasilkan Barang Kena Pajak tersebut;
c.    tidak dipindahtangankan atau digunakan tidak sesuai dengan tujuan semula, baik sebagian atau seluruhnya dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sejak impor dan atau perolehan.

Catatan: Apabila pada butir (c) diatas ternyata tidak dipenuhi maka PPN yang telah dibebaskan tetap wajib dibayar dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak barang modal tersebut dialihkan penggunaannya atau dipindahkan, sedangkan PPN yang telah dibayarkan tidak dapat dikreditkan.

2.    Makanan ternak, unggas, dan ikan dan/atau bahan baku untuk pembuatan makanan ternak, unggas, dan ikan;

3.    Barang hasil pertanian, perkebunan, kehutanan, pertenakan, perburuan atau penangkapan, maupun penangkaran atau perikanan bari dari penangkapan atau budidaya, yang dipetik langsung, diambil langsung atau disadap langsung dari sumbernya termasuk yang diproses awal dengan tujuan untuk memperpanjang usia simpan atau mempermudah proses lebih lanjut;

4. Bibit dan/atau benih dari barang pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan, penangkaran, atau perikanan.


Pengertian fungsi pajak sebagai Budgetair artinya pajak memenuhi kas negara dengan pajak
Dan Regulern artinya mengatur kehidupan perekonomian suatu negara

Regulern à bisa mengurangi atau menambah pendapatan, insentif atau disinsentif

Kawasan bebas tarif PPN, impor dan ekspor

Contoh : PT B membeli dari PT A sebesar 800 dan membayar PPN sebesar 80 karena PT B menjual ke kawasan bebas tarif PPN contohnya berikat di batam untuk ekspor. Maka PT B tidak memungut sebesar 120 yaitu tidak dipungut. Karena tidak memungut artinya PK = 0 dan PM = 80 maka boleh melakukan restitusi setiap masa karena PK = 0

Penjualan kapal dalam negeri lebih mahal ketimbang impor.

Perusahaan pelayaran membeli ke PT A, karena PT A mendapat keistimewaan untuk PPN dibebaskan. Maka harga yang dijual sebesar 10 M, dan PPN 1 M itu dibebaskan. Yang menyebabkan PT A tidak dapat mengkreditkan PPN PM nya ketika membeli sparepart dll dari misal PT B sebesar 500 juta. Maka dari itu PT A mencatat nya sebagai cost, sehingga terkadang menambah harga jual dari kapal tersebut.

Berbeda ketika Impor dari luar negeri. Karena tidak membayar PPN maka harganya 10 M tetap.
Jadi barang dalam negeri terkadang lebih mahal dibandingkan dengan ekspor.

PPN ditanggung pemerintah

Ketika PPN dibayar oleh pemerintah akan memperlambat proses restitusi karena pemerintah membayar sekitar 3 bulan.

Sekian...

Disclaimer : Tulisan yang saya buat hanyalah hasil dari apa yang saya ketahui dan tidak sepenuhnya sempurna. Tolong untuk tidak sepenuhnya menjadikan tulisan yang saya buat ini sebagai acuan, melainkan jadikan sebagai tambahan pengetahuan juga sesuaikan dengan referensi lainnya yang ada. Saya sangat menerima masukan dan saran jika ada.

Thanks to :
1.    Pak I Nyoman Widia dosen Perpajakan Sekolah Tinggi Akuntansi Negara
4.    Anggota kelas 3P spesialisasi Akuntansi angkatan 2013

Edited by Ryshin January 23, 2015

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Entri Populer